Di dunia perdagangan
khususnya (bisnis secara luas) yang begitu competitive dewasa ini,
rasanya penjualan dengan credit sudah menjadi keharusan bagi sebuah perusahaan. Jika tidak,
mungkin pelanggan (terlebih-lebih) calon pelanggan akan memilih membeli
dari competitor (pesaing) kita. Menyediakan fasilitas credit kepada
customer sudah merupakan keharusan. Trend penjualan dengan cara credit
(pembayaran di masa yang akan datang) menimbulkan beberapa issue
(masalah) baik dalam operasional maupun administrative-nya (pencatatan).
masalah-masalah tersebut diantaranya Bagaimana menggolongkan Piutang (Account Receivable)?,
Bagaimana accounting treatment atas receivable (piutang)? apa saja
masalah (issue) yang biasa timbul di dalam piutang? Bagaimana melakukan
control (pengendalian) atas piutang? Bagimana jika piutang sulit
ditagih?
Yang menjadi concern kita di accounting tentu sisi adminstratif-nya (perlakuannya). Mulai dari cara menentukan besarnya piutang (measuring), pengakuan (recognizing), pengelompokan (classifying) dan pelporannya (reporting/disclosure).
Sedangkan
bagi mereka yang berada di bagian keuangan (financial) atau yang
mengendalikan kedua-duanya, maka penentuan a syncronized credit policy
with sales force, sekaligus meminimalisasi piutang tak tertagih (bad
debt) adalah tugas utama yang hanya akan terlaksana dengan baik jika
didukung oleh administrasi yang akurat dan tepat waktu.
Mari kita mulai bahasan kita dari “how to classify receivables” bagaimana mengklasifikasikan piutang (yang pada prakteknya menurut saya masih rada simpang siur).
Sering
kita mengalami keraguan dalam mengelompokkan piutang. Banyak istilah
yang terkadang tumpang tindih dan cenderung tidak beraturan, terutama di
perusahaan-perusahaan baru yang system-nya belum tersusun dengan baik.
Bisa dimengerti, karena usaha kecil (terlebih-lebih yang baru merintis)
sudah pasti mengarahkan semua focus dan sumberdayanya untuk business
development development, sedangkan sisi administrative masih di
perioritas setelahnya, karena keterbatasan sumberdaya manusianya
(sebagai konsekwensi dari capital yang kecil juga tentunya).
Sering kita melihat neraca yang mengandung dua jenis piutang: Piutang Dagang dan Piutang Usaha. Apa beda antara kedua jenis piutang ini? Apakah pengelompokkan ini sudah baik?
Kadang ada juga yang melaporkan adanya unsur Piutang Wesel (Notes Receiavble) di Neraca. Jenis piutang apa itu? Apa bedanya dengan jenis piutang yang lainnya?
Tidak
jarang juga kita menemukan laporan keuangan (dalam hal ini
mereca/balance sheet) yang tidak membedakan jenis-jenis piutang ini
secara terpisah, melainkan disebutkan menjadi satu saja yaitu: Account Receivable (AR) atau Piutang saja. Mengapa?
Berapa
besarnya piutang yang dilaporkan?, bagaimana jika piutang sulit ditagih
atau bahkan gagal ditagih? Kapan suatu piutang dinyatakan sebagai
piutang tak tertagih (bad debt)? Apa antisipasinya? Apa itu cadangan
kerugian piutang (doubtful receivable allowance) dan bagaimana
menentukan besarnya? Bagaimana membersihkannya? Bagaimana prosedur
penghapusan piutang (writte-off)?, kapan suatu account receivable boleh
di writte-off? How to control (melakukan pengendalian) receivable? .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar