Senin, 02 Januari 2017

SPIN OFF


       SPIN OFF menjadi issue (bukan isyu) yang santer dibicarakan akhir akhir ini, baik dikalangan managemen maupun karyawan-karyawan tingkat pelaksana. Hal ini tak lepas dari adanya wacana direksi, pemegang saham dan Holding yang merencanakan program Spin Off Jasa Pelayanan Pabrik (JPP). Sebenarnya wacana Spin Off JPP tak serta merta dicetuskan dalam waktu yang singkat dan mendadak. Bahkan UU Perseroan Terbatas tahun 2007 sudah mengatur pula tata cara dan ketentuan ketentuan Spin Off. Sehingga wajar saja kalau Program Spin Off sudah dicanangkan jauh sebelum tahun 2016, meskipun yang santer baru di tahun 2015-2016.
       
Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis sekarang ini, kegiatan usaha suatu Perseroan Terbatas (“Perseroan”) juga semakin berkembang. Banyak Perseroan yang memperluas kegiatan bidang usahanya untuk mengimbangi perkembangan bisnis yang terjadi, sehingga pemisahan beberapa usaha dalam satu Perseroan merupakan alternatif yang dapat dilakukan oleh Perseroan untuk melakukan efisiensi usaha dan menekan ongkos operasi disamping untuk mengejar laba yang lebih maksimal. “Pemisahan” memungkinkan suatu Perseroan untuk melakukan pemisahkan satu atau beberapa kegiatan usaha ke dalam Perseroan (lain) yang menerima pemisahan tersebut. Dengan melakukan pemisahan tersebut tujuannya agar suatu Perseroan dapat lebih memfokuskan diri pada usaha intinya (core business) dan juga dapat mengurangi risiko usaha pada Perseroan akibat meluasnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perseroan yang bersangkutan.

Arti Kata SPIN OFF

      Secara umum Spin off adalah Organisasi, objek atau entitas baru yang merupakan hasil pemisahan atau pemecahan dari bentuk yang lebih besar, seperti acara televisi yang dibuat berdasarkan acara lain yang telah ada, atau perusahaan baru yang didirikan sekelompok peneliti dari sebuah universitas, dll. Kata lain yang sama makna dengan spin off adalah sekuel, subseri dll.

Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (“UU PT”) mendefinisikan Pemisahan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.
UU PT membedakan Pemisahan kedalam 2 (dua) jenis pemisahan yaitu :

1.     Pemisahan murni
2.     Pemisahan tidak murni. 

Pemisahan murni adalah Pemisahan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut berakhir karena hukum.
Pemisahan tidak murni atau spin off  adalah Pemisahan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tetap ada.
Persamaan dari kedua Pemisahan ini adalah adanya peralihan karena hukum atas aktiva dan pasiva dari Perseroan yang melakukan pemisahan. Sedangkan perbedaannya terletak pada eksistensi Perseroan yang melakukan Pemisahan setelah pemisahan tersebut dilakukan. Pada Pemisahan murni, Perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum, sedangkan pada Pemisahan tidak murni, Perseroan yang melakukan Pemisahan tidak berakhir, akan tetapi Perseroan tersebut hanya memfokuskan dirinya pada bisnis utama saja.
    
    Yang perlu ditekankan adalah bahwa Suatu Perseroan apabila akan melakukan Pemisahan (baik pemisahan murni ataupun spin off) harus memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor dan mitra usaha lainnya, serta masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.
  Disyaratkan pula bahwa Direksi Perseroan yang akan melakukan Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS’). Pengumuman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada kreditor atau pihak-pihak lain yang merasa keberatan akan rencana Pemisahan agar dapat mengajukan keberatannya. Kreditor atau pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan keberatan atas rencana Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman. Apabila dalam jangka waktu tersebut ternyata Kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui Pemisahan.

Keputusan untuk melakukan Pemisahan harus didasarkan pada keputusan RUPS untuk menyetujui Pemisahan Perseroan yang hanya dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan RUPS adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit  ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Selanjutnya, rancangan pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam Akta Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia....................................( Abu )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar