Rabu, 04 Januari 2017

Dampak SPIN OFF bagi Pekerja....


      SPIN OFF memang terbilang istilah yang baru dalam dunia usaha, sehingga wajar saja kalau banyak karyawan menjadi “resah” ketika mendengar bahwa perusahaan tempatnya bekerja akan melakukan program Spin Off.hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan karyawan terhadap ketentuan-ketentuan spin off. pun demikian telah banyak perusahaan (perseroan) yang berhasil dengan baik menjalankan program Spin Off tersebut, sehingga diperkirakan tren “pemisahan” atau spin off ini akan meningkat dimasa yang akan datang. Ambil contoh keberhasilan tersebut adalah YPK dan RS.PKT yang sekarang masing masing menjadi entitas sendiri. Bagi RS PKT (KMU), Spin Off atau pemisahan adalah disyaratkan oleh UU Kerumahsakitan.
Sebelum diundangkannya Undang-undang rumah sakit, banyak rumah sakit swasta yang merupakan unit usaha dari suatu perusahaan (PT) yang tidak secara khusus memiliki lingkup kegiatan di bidang rumah sakit. Misalnya, perusahaan BUMN yang memiliki beberapa rumah sakit yang dikelola secara profit sebagai unit usaha perusahaan BUMN tersebut. Salah satu contoh adalah Pupuk Kaltim yang core bisnisnya adalah Produsen Pupuk, tetapi memiliki usaha dibidang kesehatan yaitu RS.PKT.

Dengan diundangkannya Undang-undang rumah sakit, maka rumah sakit-rumah sakit demikian harus melakukan penyesuaian dengan membentuk badan hukum tersendiri, terpisah dari perusahaan induknya. Secara bahasa praktek aksi korporasi inilah yang disebut sebagai spin off.

Spin Off sebagaimana dijelaskan dalam UU Perseroan Terbatas No. adalah sebagai “pemisahan aktiva………...

Bagaimana  hubungan ketenagakerjaan ?.

Secara normative, Undang-undang ketenagakerjaan tidak menyinggung perubahan hubungan ketenagakerjaan yang diakibatkan oleh spin off ini mengingat spin off merupakan sesuatu yang relative baru. Namun secara prinsip dapat diambil dari ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas. Walaupun harus diakui, undang-undang Perseroan Terbatas juga tidak memberikan penjelasan yang memadai berkaitan dengan spin off ini.

Prinsip tersebut adalah bahwa spin off tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan karyawan (pekerja). Frase memperhatikan kepentingan pekerja” ini merujuk bahwa program spin off tidak boleh merugikan kepentingan pekerja, baik yang menyangkut hak-hak normative serta hak-hak ketenagakerjaan yang lain.

Apa saja dampak spin off terhadap aspek ketenagakerjaan, :
a.Status ketenagakerjaan
    Hubungan ketenagakerjaan tidak lagi terjalin antara pekerja dengan perusahaan induk, melainkan antara pekerja dengan Badan Hukum hasil spin off. Dalam hal ini Badan Hukum hasil spin off bertindak sebagai pemberi kerja.

Terhadap pekerja kontrak (kalau ada) harus dilakukan pembaruan kontrak kerja yakni antara pekerja yang bersangkutan dengan Badan Hukum baru hasil spin off;

b.Perhitungan masa kerja
    Masa kerja diperhitungkan sejak pertama kali pekerja tercatat sebagai pekerja perusahaan induk.bukan saat dimulainya spin off, kecuali pekerja yang baru direkrut setelah dilakukannya spin off;

c.Peraturan perusahaan
    Dilakukannya spin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin off merupakan entitas hukum baru yang sama sekali terpisah dengan perusahaan induk. Dengan demikian Badan Hukum baru hasil spin off wajib membuat peraturan perusahaan baru yang disusun dengan mengacu pada ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan Terbatas.

d.PerjanjianKerja
    Dilakukannya spin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin off merupakan entitas hukum baru yang sama sekali terpisah dengan perusahaan induk. Dengan demikian Badan Hukum baru hasil spin off wajib membuat perjanjian kerja baru terhadap pekerja yang akan direkrut yang disusun dengan mengacu pada ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan Terbatas.

e.Perjanjian Kerja Bersama
    Dilakukannya spin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin off merupakan entitas hukum baru yang sama sekali terpisah dengan perusahaan induk. Dengan demikian Badan Hukum baru hasil spin off wajib membuat perjanjian kerja bersama baru yang disusun dengan mengacu ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan Terbatas.

f.Kesejahteraan karyawan
   Bahwa perbuatan hukum spin off  yang dilakukan harus memperhatikan kepentingan pekerja, sehingga sedapat mungkin spin off tersebut tidak mengakibatkan penurunan upah, kesejahteraan dan perlindungan sebagaimana yang mereka terima di perusahaan induk.

Dalam hal badan hukum hasil spin off menyatakan tidak mampu untuk memenuhi standar upah, kesejahteraan dan perlindungan, maka dapat dilakukan negosiasi dengan pihak karyawan untuk mencapai kesepakatan;

g.Serikat kerja
   Sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan, membentuk dan menjadi anggota suatu serikat pekerja merupakan hak pekerja. Namun demikian, serikat pekerja yang tercatat sebagai serikat pekerja di perusahaan induk (jika ada) tidak dapat melaksanakan kegiatan di lingkungan badan hukum hasil spin off, melainkan harus membentuk suatu serikat pekerja baru yang tercatat secara resmi di Dinas Ketenagakerjaan, sebagai serikat pekerja di badan hukum hasil spin off; ………………………………………………………………………………(Abu & Saiful.A)

Senin, 02 Januari 2017

SPIN OFF & Status Karyawan


Tanya :

1.Bagaimanakah Status Karyawan Perusahaan yang  akan melakukan "Spin Off" atau memisahkan diri dari induk perusahaannya (holding)?

2.Bagaimana proses prosedur peralihan status karyawan tersebut? Apakah harus melalui Menaker ataukah harus melalui pengumuman kemudian diputus sementara kemudian diangkat menjadi karyawan kembali?

3.Bagaimana dengan Tenaga Kerja Asing (TKA), jabatan apa saja yang diperbolehkan menempati posisi/jabatan di suatu perusahaan? Dalam UU No. 13/2003 dikatakan hal ini diatur dalam keputusan menteri, apakah Kepmen tersebut telah ada? Terima kasih atas penjelasannya.


Jawaban :
1.   Spin off adalah merupakan salah satu cara “pemisahan” usaha  pada Perseroan Terbatas atau PT di samping split off (pemecahan). Dalam perspektif UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), pemisahan - spin off atau split off - adalah merupakan salah satu bentuk perubahan status perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 163 UU Ketenagakerjaan.

Spin off (atau yang sering disebut pemisahan tidak murni) merupakan pemisahan – unit - usaha yang mengakibatkan sebagian aktiva dan passiva suatu perseroan terbatas (perseroan) beralih karena hukum kepada satu perseroan atau lebih, di mana perseroan yang melakukan pemisahan tersebut masih tetap ada/eksis (pasal 135 ayat [1] dan ayat [3] jo. pasal 1 angka 12 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).

Sebagaimana disebutkan, bahwa pada kasus spin off, sebagian aktiva dan passiva suatu perseroan beralih karena hukum kepada suatu perseroan baru (perseroan yang memisahkan diri), maka demikian itu, entity dan pemegang saham (owners) pada perseroan yang melakukan pemisahantersebut adalah juga menjadi entity dan owners di perseroan – baru - yang memisahkan diri. Dengan demikian, hubungan hukum di perseroan yang memisahkan diri merupakan lanjutan dari perseroan yang melakukan pemisahan. Demikian juga, hubungan kerja para karyawan di perseroan yang memisahkan diri adalah lanjutan dari hubungan kerja pada perseroan yang melakukan pemisahan. Artinya, hubungan kerja karyawan di perseroan yang melakukan pemisahan berlanjut di perseroan yang memisahkan diri.

Terkait dengan spin off sebagai salah satu bentuk perubahan status perusahaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 163 UU Ketenagakerjaan, pengusaha (cq.perseroan – baru - yang memisahkan diri) hanya dapat melakukan PHK apabila terjadi restrukturisasi organisasi dan dilakukan perampingan (down sizing) dan/atau reposisi serta mutasi yang mengakibatkan – antara lain - efisiensi sumberdaya manusia (cut off), atau karena adanya penyesuaian kualifikasi dan/atau kompetensi kerja para karyawan sesuai dengan formasi dan kebutuhan management perusahaan.

Sebaliknya, pekerja/buruh (karyawan) hanya dapat menyatakan untuk tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, bilamana dalam restrukturisasi dilakukan reposisi, mutasi atau demosi yang mengakibatkan terjadinya perubahan Perjanjian Kerja (PK) dan/atau syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban di perseroan – baru - yang memisahkan diri. Apabila (pada spin off) tidak terjadi restrukturisasi, tidak ada reposisi/mutasi atau demosi dan tidak ada perubahan PK dan/atau syarat-syarat kerja, namun karyawan – tetap - menyatakan tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (dengan alasan spin off tersebut), maka karyawan yang bersangkutan dianggap sebagai mengundurkan diri secara sukarela sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. 

2.   Walaupun pada spin off terjadi peralihan karena hukum tanpa akta pearalihan, namun demikian – perlu - dilakukan amandement atau addendum perjanjian kerja (PK), terutama pada komparan pihak pengusaha (employer). Demikian juga jika ada perubahan content PK, maka juga perlu dilakukan penyesuaian syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban serta tata tertib di perseroan yang memisahkan diri secara internal.

Dengan demikian prosedur peralihan status karyawan pada spin off, tidak perlu melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi cukup dengan menyampaikan laporan ketenagakerjaan (Wajib Lapor Ketenagakerjaan) pada waktu yang ditentukan. Selanjutnya, agar dapat diketahui oleh seluruh karyawan, terutama karyawan di perseroan yang memisahkan diri perlu dilakukan pengumuman mengenai terjadinya perubahan status (spin off) dimaksud.

3.   Ketentuan penggunaan tenaga kerja asing (expatriate) di Indonesia – antara lain - diatur dalam pasal 42 ayat (1) dan ayat (4) UU Ketenagakerjaan, bahwa setiap pemberi kerja (perusahaan) yang mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) wajib memiliki IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing). Artinya, yang diberi izin bukan orang asingnya (expatriate-nya) akan tetapi perusahaan atau entity-nya. Selain itu diatur bahwa, terhadap ekspatriat hanya boleh dipekerjakan di Indonesia dalam hubungan kerja, untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Dengan demikian, TKA tidak boleh bekerja sebagai pekerja mandiri (vrije beroepen).

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan TKA di Indonesia, selain diatur dalam UU Ketenagakerjaan juga diatur – antara lain - dalam Keppres No. 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dan Permenakertrans No. Per-02/Men/II/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan beberapa peraturan terkait lainnya.

Demikian , semoga dapat bermanfaat.

Dasar Hukum:
1.   Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tenatang Ketenagakerjaan;
2.   Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tenatang Perseroan Terbatas;
3.   Keputusan Presiden No.75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.
4.   Peraturan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-02/Men/II/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing
……………………………………………………………………………….By. Umar Kasim/Konsultan Hukum

SPIN OFF


       SPIN OFF menjadi issue (bukan isyu) yang santer dibicarakan akhir akhir ini, baik dikalangan managemen maupun karyawan-karyawan tingkat pelaksana. Hal ini tak lepas dari adanya wacana direksi, pemegang saham dan Holding yang merencanakan program Spin Off Jasa Pelayanan Pabrik (JPP). Sebenarnya wacana Spin Off JPP tak serta merta dicetuskan dalam waktu yang singkat dan mendadak. Bahkan UU Perseroan Terbatas tahun 2007 sudah mengatur pula tata cara dan ketentuan ketentuan Spin Off. Sehingga wajar saja kalau Program Spin Off sudah dicanangkan jauh sebelum tahun 2016, meskipun yang santer baru di tahun 2015-2016.
       
Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis sekarang ini, kegiatan usaha suatu Perseroan Terbatas (“Perseroan”) juga semakin berkembang. Banyak Perseroan yang memperluas kegiatan bidang usahanya untuk mengimbangi perkembangan bisnis yang terjadi, sehingga pemisahan beberapa usaha dalam satu Perseroan merupakan alternatif yang dapat dilakukan oleh Perseroan untuk melakukan efisiensi usaha dan menekan ongkos operasi disamping untuk mengejar laba yang lebih maksimal. “Pemisahan” memungkinkan suatu Perseroan untuk melakukan pemisahkan satu atau beberapa kegiatan usaha ke dalam Perseroan (lain) yang menerima pemisahan tersebut. Dengan melakukan pemisahan tersebut tujuannya agar suatu Perseroan dapat lebih memfokuskan diri pada usaha intinya (core business) dan juga dapat mengurangi risiko usaha pada Perseroan akibat meluasnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perseroan yang bersangkutan.

Arti Kata SPIN OFF

      Secara umum Spin off adalah Organisasi, objek atau entitas baru yang merupakan hasil pemisahan atau pemecahan dari bentuk yang lebih besar, seperti acara televisi yang dibuat berdasarkan acara lain yang telah ada, atau perusahaan baru yang didirikan sekelompok peneliti dari sebuah universitas, dll. Kata lain yang sama makna dengan spin off adalah sekuel, subseri dll.

Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 (“UU PT”) mendefinisikan Pemisahan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.
UU PT membedakan Pemisahan kedalam 2 (dua) jenis pemisahan yaitu :

1.     Pemisahan murni
2.     Pemisahan tidak murni. 

Pemisahan murni adalah Pemisahan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut berakhir karena hukum.
Pemisahan tidak murni atau spin off  adalah Pemisahan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tetap ada.
Persamaan dari kedua Pemisahan ini adalah adanya peralihan karena hukum atas aktiva dan pasiva dari Perseroan yang melakukan pemisahan. Sedangkan perbedaannya terletak pada eksistensi Perseroan yang melakukan Pemisahan setelah pemisahan tersebut dilakukan. Pada Pemisahan murni, Perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum, sedangkan pada Pemisahan tidak murni, Perseroan yang melakukan Pemisahan tidak berakhir, akan tetapi Perseroan tersebut hanya memfokuskan dirinya pada bisnis utama saja.
    
    Yang perlu ditekankan adalah bahwa Suatu Perseroan apabila akan melakukan Pemisahan (baik pemisahan murni ataupun spin off) harus memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor dan mitra usaha lainnya, serta masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Pemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu.
  Disyaratkan pula bahwa Direksi Perseroan yang akan melakukan Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS’). Pengumuman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada kreditor atau pihak-pihak lain yang merasa keberatan akan rencana Pemisahan agar dapat mengajukan keberatannya. Kreditor atau pihak yang merasa keberatan dapat mengajukan keberatan atas rencana Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman. Apabila dalam jangka waktu tersebut ternyata Kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui Pemisahan.

Keputusan untuk melakukan Pemisahan harus didasarkan pada keputusan RUPS untuk menyetujui Pemisahan Perseroan yang hanya dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan RUPS adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit  ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Selanjutnya, rancangan pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam Akta Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia....................................( Abu )

Minggu, 01 Januari 2017

Hal-hal Penting dalam Mengelola Material Gudang

          Persediaan, baik sparepart, work in prosses maupu final goods adalah barang  yang tersedia di gudang yang menempati posisi yang sangat penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur. Sejatinya Setiap persediaan memiliki jangka waktu dalam hal  penyimpanannya. apakah itu  untuk dijual segera atau ditahan sebagai stock. Maka dari itu pengelolaan/pencatatannya harus sangat diperhatikan. Hal ini tentu saja terkait daripada resiko resiko persediaan yang bakal terjadi.

Persediaan bisa dikatakan ideal jika  berada dalam tingkat paling ekonomis tanpa adanya resiko pada perusahaan. Biasanya suatu resiko akan muncul yang diakibatkan adanya suatu persediaan seperti: biaya persediaan, kerusakan barang, kehilangan barang.
Lalu apa saja tantangan yang dihadapi dalam mengelola persediaan barang ?

1. Pengelolaan Gudang Penyimpanan (Lay out, Space dll)

    Gudang Penyimpanan adalah salah satu unsur terpenting dalam menjaga dan mengelola barang persediaan, maka dari itu banyak hal yang harus di perhatikan dalam memelihara gudang guna menjaga persediaan tetap dalam kondisi normal. Hal yang perlu diperhatikan yaitu seperti suhu, temperature, kelembaban, kebersihan serta keamanan yang terjamin. Selain itu Lay out dan sistem penataan persediaan (space) di gudang yang baik harus diperhatikan agar tidak mengganggu kelancaran jalannya proses produksi atau keluar masuknya barang persediaan, serta mudah dalam pencarian.

2. Menyusun Standard Operational Procedure (SOP) yang Efektif dan Efisien

    Aktivas pergudangan harus memiliki Standard Operational Procedure (SOP) atau WI (work Instruction) yang disusun secara rinci dan jelas guna menerima dan menangani persediaan dengan baik karena sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin, mempermudah operasional kerja semua pihak yang terlibat dalam usaha yang dijalankan serta dapat mengetahui dengan jelas hambatan – hambatan yang mudah di lacak. Banyak sebagian mengetahui SOP dibuat hanya sebatas sebelum suatu pekerjaan dilakukan, namun selain itu banyak yang harus dibuat diantaranya seperti jika ada perubahan langkah kerja, misalnya adanya mesin baru, peralatan baru, tambahan pekerja, lokasi berbeda dan semua yang mempengaruhi lingkungan kerja, sehingga aturan main dalam perusahaan menjadi lebih jelas karen adanya acuan operasional yang baku.

3. Perawatan Persediaan

    Selain menjaga dan mengelola gudang, persediaan juga perlu dirawat. Ada 5R yaitu hal mengenai perawatan persediaan, diantaranya yaitu : Ringkas, Rajin, Rawat, Rapi, Resik. Jargon 5R ini sangat familiar tidak hanya dikalangan pergudangan, tetapi lebih lebih bidang administrasi/filling dan sejenisnya dimana pengelolanya dituntut untut cepat dan tepat dalam melayani kolega-koleganya.

4. Selalu melakukan Stock Opname

    Stock opname adalah istilah lain dari perhitungan fisik persediaan. Tujuan diadakan stock opname adalah untuk mengetahui kebenaran catatan dalam pembukuan, yang mana merupakan salah satu fungsi Sistem Pengendalian Intern (SPI). Dengan diadakannya stock opname maka akan diketahui apakah catatan dalam pembukuan persediaan benar atau tidak, jika ternyata ada selisih antara persediaan dengan catatan pada pembukuan, kemungkinan ada transaksi yang belum tercatat, atau bahkan ada kecurangan yang berkaitan dengan persediaan.

5. Pengecekan Persediaan Secara Berkala

    Pengecekan secara berkala sangat diperlukan karena untuk mengetahui dan memisahkan barang yang rusak atau cacat sehingga barang yang rusak tidak dapat mempengaruhi barang yang baik atau yang berguna serta dapat mengurangi space untuk barang yang tak terpakai.Pengecekan berkala ini minimal dilakukan sekali dalam sebulan, yaitu saat laporan keuangan akhir bulan.

 6. Penyimpanan Persediaan yang Teratur dalam Pengelompokan

     Tidak hanya disimpan begitu saja dalam mengatur dan mengelola persediaan, namun persediaan juga harus ditempatkan atau disusun secara berkelompok dengan cara memberi kode sesuai kebutuhan dan persediaannya contohnya mengelompokan bedasarkan nama barang, kode barang, spesifikasi barang, unit, dll. Tujuan pengelompokan ini agar mempermudah dan menghemat waktu ketika pengambilan atau penyimpanan persediaan dari gudang ataupun keluar gudang.

Itulah beberapa hal yang penting untuk diperhatikan oleh para pengelola pergudangan. Tidaklah mudah mengelola begitu banyak item yang tersimpan dalam gudang. Namun demikian, jika seluruh komponen dalam sebuah lingkungan itu dapat melakukan sesuai SOP yang telah dibuat mungkin dapat meminimalisir kesalahan - kesalahan yang mungkin akan terjadi sehingga dapat dikatakan ideal dalam arti tingkat paling ekonomis tanpa adanya resiko pada perusahaan................................(Abu)