SPIN
OFF memang terbilang istilah yang baru dalam dunia usaha, sehingga wajar saja
kalau banyak karyawan menjadi “resah” ketika mendengar bahwa perusahaan
tempatnya bekerja akan melakukan program Spin Off.hal ini dikarenakan kurangnya
pengetahuan karyawan terhadap ketentuan-ketentuan spin off. pun demikian telah
banyak perusahaan (perseroan) yang berhasil dengan baik menjalankan program
Spin Off tersebut, sehingga diperkirakan tren “pemisahan” atau spin off ini
akan meningkat dimasa yang akan datang. Ambil contoh keberhasilan tersebut
adalah YPK dan RS.PKT yang sekarang masing masing menjadi entitas sendiri. Bagi
RS PKT (KMU), Spin Off atau pemisahan adalah disyaratkan oleh UU
Kerumahsakitan.
Sebelum diundangkannya Undang-undang rumah sakit, banyak rumah sakit swasta
yang merupakan unit usaha dari suatu perusahaan (PT) yang tidak secara khusus
memiliki lingkup kegiatan di bidang rumah sakit. Misalnya, perusahaan BUMN yang memiliki
beberapa rumah sakit yang dikelola secara profit sebagai unit usaha
perusahaan BUMN tersebut. Salah satu contoh adalah Pupuk Kaltim
yang core bisnisnya adalah Produsen Pupuk, tetapi memiliki usaha dibidang
kesehatan yaitu RS.PKT.
Dengan diundangkannya Undang-undang rumah sakit, maka rumah sakit-rumah
sakit demikian harus melakukan penyesuaian dengan membentuk badan hukum
tersendiri, terpisah dari perusahaan induknya. Secara bahasa praktek aksi
korporasi inilah yang disebut sebagai spin off.
Spin Off sebagaimana dijelaskan dalam UU Perseroan Terbatas
No. adalah sebagai “pemisahan
aktiva………...
Bagaimana hubungan
ketenagakerjaan ?.
Secara normative, Undang-undang ketenagakerjaan tidak menyinggung perubahan
hubungan ketenagakerjaan yang diakibatkan oleh spin off ini mengingat spin off
merupakan sesuatu yang relative baru. Namun secara prinsip dapat diambil dari
ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas. Walaupun harus diakui,
undang-undang Perseroan Terbatas juga tidak memberikan penjelasan yang memadai
berkaitan dengan spin off ini.
Prinsip tersebut adalah bahwa spin off tersebut dilakukan dengan
memperhatikan kepentingan karyawan (pekerja). Frase “memperhatikan kepentingan pekerja” ini merujuk bahwa program spin off tidak boleh merugikan kepentingan pekerja, baik
yang menyangkut hak-hak normative serta hak-hak ketenagakerjaan yang lain.
Apa saja dampak spin off terhadap aspek ketenagakerjaan, :
a.Status ketenagakerjaan
Hubungan ketenagakerjaan tidak lagi terjalin antara pekerja dengan
perusahaan induk, melainkan antara pekerja dengan Badan Hukum hasil spin off.
Dalam hal ini Badan Hukum hasil spin off bertindak sebagai
pemberi kerja.
Terhadap pekerja kontrak (kalau ada) harus dilakukan pembaruan kontrak
kerja yakni antara pekerja yang bersangkutan dengan Badan Hukum baru
hasil spin off;
b.Perhitungan masa kerja
Masa kerja diperhitungkan sejak pertama kali pekerja tercatat sebagai
pekerja perusahaan induk.bukan saat dimulainya spin off, kecuali
pekerja yang baru direkrut setelah dilakukannya spin
off;
c.Peraturan perusahaan
Dilakukannya spin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin off merupakan entitas
hukum baru yang sama sekali terpisah dengan perusahaan induk. Dengan demikian
Badan Hukum baru hasil spin off wajib membuat peraturan perusahaan
baru yang disusun dengan mengacu pada ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan
Terbatas.
d.PerjanjianKerja
Dilakukannya spin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin
off merupakan entitas hukum baru yang sama sekali terpisah dengan
perusahaan induk. Dengan demikian Badan Hukum baru hasil spin off wajib
membuat perjanjian kerja baru terhadap pekerja yang akan direkrut yang disusun
dengan mengacu pada ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan
Terbatas.
e.Perjanjian Kerja Bersama
Dilakukannya spin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin
off merupakan entitas hukum baru yang sama sekali terpisah dengan
perusahaan induk. Dengan demikian Badan Hukum baru hasil spin off wajib
membuat perjanjian kerja bersama baru yang disusun dengan mengacu ketentuan UU
Ketenagakerjaan dan UU Perseroan Terbatas.
f.Kesejahteraan karyawan
Bahwa perbuatan hukum spin off yang dilakukan harus
memperhatikan kepentingan pekerja, sehingga sedapat mungkin spin off tersebut
tidak mengakibatkan penurunan upah, kesejahteraan dan perlindungan sebagaimana
yang mereka terima di perusahaan induk.
Dalam hal badan hukum hasil spin off menyatakan tidak mampu
untuk memenuhi standar upah, kesejahteraan dan perlindungan, maka dapat
dilakukan negosiasi dengan pihak karyawan untuk mencapai kesepakatan;
g.Serikat kerja
Sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan, membentuk dan menjadi anggota
suatu serikat pekerja merupakan hak pekerja. Namun demikian, serikat pekerja
yang tercatat sebagai serikat pekerja di perusahaan induk (jika ada) tidak
dapat melaksanakan kegiatan di lingkungan badan hukum hasil spin off,
melainkan harus membentuk suatu serikat pekerja baru yang tercatat secara resmi
di Dinas Ketenagakerjaan, sebagai serikat pekerja di badan hukum hasil spin
off; ………………………………………………………………………………(Abu & Saiful.A)