Tanya
:
1.Bagaimanakah
Status Karyawan Perusahaan yang akan melakukan
"Spin Off" atau memisahkan diri dari induk perusahaannya (holding)?
2.Bagaimana
proses prosedur peralihan status karyawan tersebut? Apakah harus melalui
Menaker ataukah harus melalui pengumuman kemudian diputus sementara kemudian diangkat menjadi karyawan kembali?
3.Bagaimana
dengan Tenaga Kerja Asing (TKA), jabatan apa saja yang diperbolehkan menempati
posisi/jabatan di suatu perusahaan? Dalam UU No. 13/2003 dikatakan hal ini
diatur dalam keputusan menteri, apakah Kepmen tersebut telah ada? Terima kasih
atas penjelasannya.
Jawaban
:
1. Spin
off adalah merupakan salah satu cara “pemisahan” usaha pada Perseroan Terbatas atau PT di
samping split off (pemecahan). Dalam perspektif UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), pemisahan - spin off
atau split off - adalah merupakan salah satu bentuk perubahan status
perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 163 UU Ketenagakerjaan.
Spin off (atau yang sering
disebut pemisahan tidak murni) merupakan pemisahan – unit - usaha yang
mengakibatkan sebagian aktiva dan passiva suatu
perseroan terbatas (perseroan) beralih karena hukum kepada satu
perseroan atau lebih, di mana perseroan yang melakukan pemisahan tersebut
masih tetap ada/eksis (pasal 135 ayat [1] dan ayat [3] jo. pasal 1 angka 12 UU
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).
Sebagaimana
disebutkan, bahwa pada kasus spin off, sebagian aktiva dan passiva
suatu perseroan beralih karena hukum kepada suatu perseroan baru (perseroan
yang memisahkan diri), maka demikian itu, entity dan pemegang saham
(owners) pada perseroan yang melakukan pemisahantersebut adalah juga
menjadi entity dan owners di perseroan – baru - yang
memisahkan diri. Dengan demikian, hubungan hukum di perseroan yang
memisahkan diri merupakan lanjutan dari perseroan yang melakukan pemisahan.
Demikian juga, hubungan kerja para karyawan di perseroan yang memisahkan
diri adalah lanjutan dari hubungan kerja pada perseroan yang melakukan
pemisahan. Artinya, hubungan kerja karyawan di perseroan yang melakukan
pemisahan berlanjut di perseroan yang memisahkan diri.
Terkait dengan spin
off sebagai salah satu bentuk perubahan status perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 163 UU Ketenagakerjaan, pengusaha (cq.perseroan – baru
- yang memisahkan diri) hanya dapat melakukan PHK apabila terjadi
restrukturisasi organisasi dan dilakukan perampingan (down sizing)
dan/atau reposisi serta mutasi yang mengakibatkan – antara lain - efisiensi
sumberdaya manusia (cut off), atau karena adanya penyesuaian kualifikasi
dan/atau kompetensi kerja para karyawan sesuai dengan formasi dan kebutuhan management
perusahaan.
Sebaliknya,
pekerja/buruh (karyawan) hanya dapat menyatakan untuk tidak bersedia
melanjutkan hubungan kerja, bilamana dalam restrukturisasi dilakukan reposisi,
mutasi atau demosi yang mengakibatkan terjadinya perubahan Perjanjian Kerja
(PK) dan/atau syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban di perseroan – baru -
yang memisahkan diri. Apabila (pada spin off) tidak terjadi
restrukturisasi, tidak ada reposisi/mutasi atau demosi dan tidak ada
perubahan PK dan/atau syarat-syarat kerja, namun karyawan – tetap - menyatakan
tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja (dengan alasan spin off
tersebut), maka karyawan yang bersangkutan dianggap sebagai mengundurkan diri
secara sukarela sebagaimana dimaksud pasal 162 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan.
2. Walaupun
pada spin off terjadi peralihan karena hukum tanpa akta pearalihan,
namun demikian – perlu - dilakukan amandement atau addendum
perjanjian kerja (PK), terutama pada komparan pihak pengusaha (employer).
Demikian juga jika ada perubahan content PK, maka juga perlu dilakukan
penyesuaian syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban serta tata tertib di perseroan
yang memisahkan diri secara internal.
Dengan demikian
prosedur peralihan status karyawan pada spin off, tidak perlu
melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi cukup dengan
menyampaikan laporan ketenagakerjaan (Wajib Lapor Ketenagakerjaan) pada waktu
yang ditentukan. Selanjutnya, agar dapat diketahui oleh seluruh karyawan,
terutama karyawan di perseroan yang memisahkan diri perlu dilakukan
pengumuman mengenai terjadinya perubahan status (spin off) dimaksud.
3. Ketentuan
penggunaan tenaga kerja asing (expatriate) di Indonesia – antara lain -
diatur dalam pasal 42 ayat (1) dan ayat (4) UU Ketenagakerjaan, bahwa setiap
pemberi kerja (perusahaan) yang mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) wajib
memiliki IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing). Artinya, yang diberi
izin bukan orang asingnya (expatriate-nya) akan tetapi perusahaan atau entity-nya.
Selain itu diatur bahwa, terhadap ekspatriat hanya boleh dipekerjakan di
Indonesia dalam hubungan kerja, untuk jabatan tertentu dan waktu
tertentu. Dengan demikian, TKA tidak boleh bekerja sebagai pekerja mandiri
(vrije beroepen).
Ketentuan lebih
lanjut mengenai penggunaan TKA di Indonesia, selain diatur dalam UU
Ketenagakerjaan juga diatur – antara lain - dalam Keppres No. 75 Tahun 1995
tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang dan
Permenakertrans No. Per-02/Men/II/2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga
Kerja Asing dan beberapa peraturan terkait lainnya.
Demikian
, semoga dapat bermanfaat.
Dasar
Hukum:
1. Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tenatang Ketenagakerjaan;
2. Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tenatang Perseroan Terbatas;
3. Keputusan
Presiden No.75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing
Pendatang.
4. Peraturan
Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-02/Men/II/2008 tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
……………………………………………………………………………….By. Umar
Kasim/Konsultan Hukum