Sistem Pembayaran di Indonesia
:: Apa Itu Sistem Pembayaran (SP)?
Apa itu SP? SP adalah sistem yang mencakup
seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk
melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul
dari suatu kegiatan ekonomi. Lantas, apa saja komponen dari SP? Sudah
barang tentu harus ada alat pembayaran, ada mekanisme kliring hingga
penyelesaian akhir (settlement). Nah, selain itu juga ada komponen lain
seperti lembaga yang terlibat dalam menyelenggarakan sistem pembayaran.
Termasuk dalam hal ini adalah bank, lembaga keuangan selain bank,
lembaga bukan bank penyelenggara transfer dana, perusahaan switching
bahkan hingga bank sentral (lihat Perkembangan).
:: Evolusi Alat Pembayaran
Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat
pesat dan maju. Kalau kita menengok kebelakang yakni awal mula alat
pembayaran itu dikenal, sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan
adalah kelaziman di era pra moderen. Dalam perkembangannya, mulai
dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai pembayaran yang lebih
dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat
pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat
pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke
alat pembayaran nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis
kertas (paper based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal
juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat
pembayaran memakai kartu (card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit
dan Kartu Prabayar).
:: Alat Pembayaran Tunai
Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang
kartal (uang kertas dan logam). Uang kartal masih memainkan peran
penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat
moderen seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti
uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding uang giral. Pada
tahun 2005, perbandingan uang kartal terhadap jumlah uang beredar
sebesar 43,3 persen.
Namun patut diketahui bahwa pemakaian uang kartal
memiliki kendala dalam hal efisiensi. Hal itu bisa terjadi karena biaya
pengadaan dan pengelolaan (cash handling) terbilang mahal. Hal itu belum
lagi memperhitungkan inefisiensi dalam waktu pembayaran. Misalnya,
ketika Anda menunggu melakukan pembayaran di loket pembayaran yang
relatif memakan waktu cukup lama karena antrian yang panjang. Sementara
itu, bila melakukan transaksi dalam jumlah besar juga mengundang risiko
seperti pencurian, perampokan dan pemalsuan uang.
Menyadari ketidak-nyamanan dan inefisien memakai uang
kartal, BI berinisiatif dan akan terus mendorong untuk membangun
masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai atau Less Cash
Society (LCS).
:: Alat Pembayaran Nontunai
Alat pembayaran nontunai sudah berkembang dan semakin
lazim dipakai masyarakat. Kenyataan ini memperlihatkan kepada kita
bahwa jasa pembayaran nontunai yang dilakukan bank maupun lembaga selain
bank (LSB), baik dalam proses pengiriman dana, penyelenggara kliring
maupun sistem penyelesaian akhir (settlement) sudah tersedia dan dapat
berlangsung di Indonesia. Transaksi pembayaran nontunai dengan nilai
besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time
Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS
adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia.
Bisa dibayangkan, hampir 95 persen transaksi keuangan
nasional bernilai besar dan bersifat mendesak (urgent) seperti
transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham,
transaksi pemerintah, transaksi valuta asing (valas) serta settlement
hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, BI-RTGS
melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari. Sedangkan
transaksi nontunai dengan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan
uang elektronik masing-masing nilai transaksinya hanya Rp8,8 triliun per
hari yang dilakukan bank atau LSB.
Melihat pentingnya peran BI-RTGS dalam sistem
pembayaran nasional, sudah barang tentu harus dijaga kontinuitas dan
stabilitasnya. Bila sesaat saja sistem BI-RTGS ini ngadat atau mengalami
gangguan jelas akan sangat menganggu kelancaran dan stabilitas sistem
keuangan di dalam negeri. Hal itu belum memperhitungkan dampak material
dan nonmaterial dari macetnya sistem BI-RTGS tadi. Untuk itulah BI
sangat peduli menjaga stabilitas BI-RTGS yang dikategorikan sebagai
Systemically Important Payment System (SIPS). SIPS adalah sistem yang
memproses transaksi pembayaran bernilai besar dan bersifat mendesak
(urgent).Adalah wajar saja apabila Bank Indonesia sangat peduli menjaga
kestabilan SIPS dengan mengelola risiko, desain, kehandalan teknologi,
jaringan pendukung dan aturan main dalam SIPS. Selain SIPS dikenal pula
System Wide Important Payment System (SWIPS), yaitu sistem yang
digunakan oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam
kategori SWIPS ini. BI juga peduli dengan SWIPS karena sifat sistem
yang digunakan secara luas oleh masyarakat. Apabila terjadi gangguan
maka kepentingan masyarakat untuk melakukan pembayaran akan terganggu
pula, termasuk kepercayaan terhadap sistem dan alat-alat pembayaran yang
diproses dalam sistem.
Perlu diketahui bahwa BI bukan semata peduli akan
terciptanya efisiensi dalam sistem pembayaran, tapi juga kesetaraan
akses hingga ke urusan perlindungan konsumen. Yang dimaksud terciptanya
sistem pembayaran, itu artinya memberi kemudahan bagi pengguna untuk
memilih metode pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah dengan
biaya serendah mungkin. Sementara yang dimaksud dengan kesetaraan akses,
BI akan memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran. Sedangkan aspek perlindungan konsumen dimaksudkan
penyelenggara wajib mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara
wajar dalam penyelenggaraan sistemnya. (***)